Demi keluarga seorang Dewi rela mengorbankan apa saja

Saturday 25 July 2015

Perjalanan pilu seorang perempuan Jember, anda percaya takdir?

 Terlahir di Jember Jawa timur dari keluarga kurang mampu. Sebut saja kesa gadis dari perkampungan Jember berparas ayu hitam manis. Tak kurang pelajaran tentang berjuang dalam menyambung hidup, kesa kecil sudah bekerja membanting tulang membantu orang tuanya. Dari buruh tani, tukang cuci sampai membersihkan kandang dijalaninya.

Sekolah pun tak sampai lulus, kesa berjuang mengadu nasib ke Surabaya sebagai buruh pabrik. Sedikit demi sedikit hasil keringat dikumpulkan dan dikirim untuk menyangga hidup orang tuanya di Jember. Bertahun-tahun kerja keras di pabrik dan nyambi tukan cuci gosok tak ada yang berubah dengan kehidupannya. 

Kesa menemukan jodohnya dan akhirnya menikah. Nasib bahagia ternyata tak berpihak lama, suami tercinta telah berpulang disaat kesa hamil tua. Dengan keringat dan air mata kesa berjuang untuk menghidupi buah cintanya dan ibunya di Jember. 

Kesa melahirkan anak laki-laki, kemudian diasuh ibunya di Jember. Kesa tetap melanjutkan kerja di Surabaya sebagai tulang punggung keluarga. Jauh dari anak semata wayang dan himpitan ekonomi menjadi irama hidup kesa, cucuran air mata setiap malam menjadi penyejuk hatinya. Doa-doa dan harapan untuk Sang Pencipta terus dilantunkan untuk kekuatan dan kesabaran untuk menjalaninya.

10 tahun berjalan kesa terbiasa bekerja siang malam sebagai buruh pabrik dan pembantu. Suatu ketika dari salah telp kesa berkenalan dengan pria Madiun. Cerita singkat akhirnya menikah, kesa pun berkorban meninggalkan Surabaya untuk mengabdi pada suami. Masalah ibu dan anak di Jember kesa iklas pasti ada rejeki nanti.

Berlangsungnya rumah tangga ke 2 kesa merasa tak nyaman. Suami ke dua yang tak begitu kenal bertemu karena tak sengaja salah telp dan memikat hatinya ternyata hanya buruh serabutan, tak jelas pekerjaan dan suka nongkrong di warung tak perduli kebutuhan rumah tangga. Mau tak mau kesa harus menyambung hidup ibu dan anaknya di Jember serta anak yang sedang dia kandung sekarang.

Kesa tak malu demi keluarga walau rantau jauh, ia pun harus bekerja. Cuci gosok dan pembantu rumah tangga dia dapatkan pekerjaan itu. Kondisinya yang sedang hamil membuatnya tidak bisa lincah. Dengan hasil seadanya kesa jalani kehidupan di Madiun.

Terlalu dramatis memang, kesa di Madiun ternyata tidak disukai oleh keluarga suaminya, entah ada masalah apa. Suami yang tak bekerja membuat kesa lebih fokus pada pekerjaannya dan membiarkan hujatan dari keluarga suaminya.

Sedikit demi sedikit dia lengkapi kebutuhan dan perabotan rumah tangga dengan hutang kanan kiri, nyicil mingguan dari hasil sebagai IRT. Kesa pun melahirkan anak perempuan tetapi tabiat suami makin menjadi tak mau kerja, dan keluarga semakin gencar membencinya.

Sebenarnya kesa betah di Madiun karena mudahnya cari rejeki, tetapi tak tahan perilaku suami dan keluarganya. Akhirnya kesa pulang ke Jember dan bekerja di peternakan ayam untuk beraihin kandang juga sebagai pemecah batu kali. 

Sudah sebulan kesa bekerja banting tulang sampai kulitnya hitam legam tanpa suami. Suaminya memilih di madiun karena tak betah di Jember. Kesa tak bisa berharap banyak, dia iklas apa yang terjadi dia tetap di Jember untuk ibu dan ke dua anaknya.

Di bulan kedua suaminya luluh dan menyusul, dan bekerja sebagai parkir pasar. Keduanya menjalani hidup normal layaknya keluarga lainnya. Lantas lama tak kunjung ada kabar

Lebaran kedua dengan keluarga Madiun, mau tidak mau kesa berkunjung ke Madiun. Hari pertama bersih-bersih seharian di rumah mertua. Tak ada kata istirahat dari datang sampai selepas magrib baru selesai beresin rumah mertua Madiun. 

Kesa menghela nafas panjang, capek dan penat ia rasakan tanpa ada suara keluh kesah. Hanya air putih untuk menghapus dahaga disaat berbuka. Lebaran pun tiba, dihari pertama ia rayakan di Madiun. Selepas sholat ID kesa dan keluarga bertandang ke rumah tetangga kanan kiri. Karena terasa capek kesapun istirahat dirumah.

Tak ada yang menduga, istirahatnya ternyata ada yang mengganngu. Kesa kesurupan roh jahat, keluarga suami tak ada yang perduli, bahkan suaminya tak ada yang banyak ia perbuat. Malahan tetangga yang simpati saling saran dibawa ke orang pinter dengan biaya iuran antar tetangga.

Kesa kesurupan selama tiga hari, tak ada dukun yang bisa mengobatinya. Akhirnya kesa tutup usia dengan umur masih muda. Keluarga bingung kesa mau dimakamkan di Madiun atau Jember. Karena semua gemes akan keluarga si suami, para tetangga punya aksi lain, di hubunginya keluarga kesa di Jember untuk rundingan, akhirnya kesa di makamkan ke Jember. Para tetangga diketuk perpintu untuk sumbangan biaya dan pengurusan jasad kesa. Dari kain kafan dan ambulan sudah cukup kesa pun dikirim ke Jember dengan beberapa tetangga yang ikut sertakan.

"Mungkin cukup disini kesa perjuangan dan getir hidupmu"

Kasak kusuk di warga, suaminya balik ke Jemberkah? Anaknya bagaimana? Keluarga di Jember bagaimana? Dan setelah penguburanpun keluarga Madiun dan Jember masih berselisih tentang Kesa.

Ya Allah....
Kesa, hidupmu sudah susah
Matipun masih jadi masalah
Apa orang kalau sudah sengsara akan selamanya sengsara?
Tak kurang derita dan kerja kerasmu selama ini.....
Tetapi kenapa nasibmu terus saja menderita...

Anda percaya takdir?
Umur, jodoh dan kantong rejeki kita, digariskan sebelum kita lahir

Pertanyaannya
Kantong rejeki manusia itu memang beda-beda besar kecilnya?
Atau memang sama ukurannya tetapi beda-beda cara mencarinya?


Orang yang siang malam banting tulang tak ada kata istirahat tetapi masih saja miskin dan kekurangan. ( buruh tani, pedagang kaki lima, asongan, tukang sampah, IRT dll) kurang apa mereka dalam bekerja keras....kurang apa mereka jungkir balik mengais rejeki....
Wallahu 'alam.... Semua hanya diniatkan Lillahita'ala...

"Aku berjuang mencari rejekimu Ya Allah, hindarkan kami dari kufur nikmatmu"

0 komentar:

Post a Comment

© Suara Hati Sang Dewi, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena